Pendakian Ciremai (Bagian2)

'Aku dapat melihat lebih jauh karena aku berdiri di atas pundak orang-orang besar.'_Sir Issac Newton.

Mencoba mengurai maksudnya. Menurut ku quote itu tentang bagaimana mengambil hikmah dari semua kejadian seseorang dan orang-orang di sekitar kehidupannya. Memilih untuk menjadi orang bodoh yang berusaha menjadi pintar dan besar atau tetap hanya menjadi seorang kerdil. Ya. Sebuah pilihan bukan?


_Tentang Ciremai

Jalur pendakian yang cukup panjang. Dari 600 mdpl di pos 1 hingga 3070 mdpl ke puncak Ciremai. Gunung yang memiliki sensasi tersendiri bagi 2700-an pendaki yang terdaftar pada momen 17-an kali ini. Jauh, air, dingin dan debu jadi tantangan utamanya. Sekitar 10 setengah jam waktu bersihku berjalan kaki bersama Kobul, Kibo dan Pantat untuk mencapai puncak tertinggi daratan Sunda. Sedangkan sekitar 48 jam total kebersamaan kami di gunung Ciremai, menyisakan banyk kisah dan hikmah tentang: Cinta, cita&harapan, persahabatan, perkuliahan, religi, bangsa serta kisah-kisah pendaki gila tentunya.


_Tentang cinta

Berawal dari prinsip segitiga api; oksigen, bahan bakar&nyala api. Api unggun menjadi saksi perbincangan 4 anak manusia tentang cinta, lebih tepatnya bersyahdu-syahduan, lebih tepat lagi berbencong ria.(haha). Area ini tidak akan terlalu di publish secara detail tentang siapa pemerannya karena seiring padamnya nyala api itu, padam pula pembicaraan ini untuk moment lainnya. Ada yang lagi bahagia-bahagianya dengan pasangannya, ada yang masih terbelenggu dengan obsesi mantan kekasihnya, ada yang terlalu complicated mengisahkan tentang salah satu titik terendah kisah cinta dalam hidupnya, dan ada pula yang tak terbalaskan cintanya & berusaha membuka hati untuk yang lainnya. Berbencong ria yg mengerucut pada sebuah kesimpulan, bahwa sebuah keberuntungan bila seseorang bisa dan memiliki kesempatan untuk memilih pasangannya.

Namun tetap harus disadari bahwa dicintai itu mudah, mencintai pun mudah, namun dicintai oleh seseorang yang kita juga mencintainya, itu tidak mudah. Dan pada akhirnya cinta akan kembali pada yang namanya takdir. Seperti apapun kisah cinta saat ini, seseorang harus siap menerima bahwa ya atau bukan seseorang yang diinginkannya adalah ketidakpastian bahwa dia adalah jodohnya.


_Tentang perkuliahan, cita & harapan

Ini bukan bahasan tentang silabus mata kuliah ataulah tetek-bengek materi perkuliahan. Hanya sebuah kontemplasi orang-orang Mapala (read: Mahasiswa Paling Lama, karena belum lulus juga, haha). Kontemplasi tentang dinamika hati, pikiran dan realita.

Semua sangat menyadari bahwa implikasi kelakuan seseorang di masa lalu berdampak pada realita yang diterima saat ini. Bahwa menerima hipotesis tentang doa dan positiv acting-thinking, berpengaruh nyata pada keberuntungan dan pencapaian cita. Tentang sulitnya berpositiv acting-thingking vs sulitnya mendapat keberuntungan. Ada yang mengisahkan tentang banyaknya nilai-nilai border vs kacrutnya kelakuannya. Tentang kesibukan dan bodohnya vs doa dia dan doa orang tuanya. Dan pada akhirnya memperoleh kesimpulan perbincangan bahwa keberuntungan bisa didapat dengan doa dan positiv acting-thinking.

Empat anak manusia itu menyadari bahwa hanya akan menjadi seorang bodoh jika tak belajar dari realita yang dialami, pikiran yang dimengerti dan hati yang diyakini. “U'r what you think, u'r what you do, and u'r what you go for”, isn’t it?


_Tentang persahabatan.

Persahabatan yang aneh dari orang-orang aneh. Kadang saling mencela, mencibir dan menghina. Tapi begitulah definisi persahabatan bagi kami. Seperti merobohkan pagar-pagar pembatas. Lalu menciptakan halaman rumah yang sangat luas. Persahabatan yang tak hanya kata-kata indah. Kadang keluar kelakar kasar. Kadang menciptakan senyum mesum. Bahkan kadang olok-olok yang menohok. Tapi seiring meluasnya halaman rumah kami, meluas pula forbiden area yang entah sampai mana batasnya, mendekati tak terbatas.

Sangat menyayangkan bahwa sahabat-sahabat terdekat empat manusia itu tak bisa ikut bersama menjalin rasa dan persahabatan dalam hangatnya tenda. Berpikir dan berbagi bersama tentang makna perjalanan kaki dan hati.


_Tentang religi.

Sujud syukur ku haru saat empat manusia itu menghadapkan wajah pada Illahi dan berseru Allahuakbar! Mengakui bahwa kami manusia sedeng kacrut gila akut sering bolong-bolong sholatnya sehari-hari. Namun disana, di gunung Ciremai, saat matahari lebih dekat dengan kepala, saat dinginnya udara menusuk tulang hingga sangat mungkin membunuh pelan-pelan, saat tak cukup air hingga hanya bisa memakai debu untuk menyucikan badan, di sana kami pasrahkan bahwa hanya seorang manusia bodoh dan kecil di hadapanNya.


_Tentang bangsa.

Merinding. Saat empat anak manusia itu berjejer di puncak Ciremai. Menghadap Sang Saka Merah Putih yang melambai-lambai. Diterpa angin kencang yang sangat jelas tercium bau amis darah perjuangan. Seraya mengikuti aba-aba..

'HORMAAT GRAAK!'

Indonesia tanah air ku, tanah tumpah darah ku.

Di sanalah aku berdiri, jadi pandu ibu ku.

Indonesia kebangsaan ku, bangsa dan tanah air ku.

Marilah kita berseru, Indonesia bersatu.

Hiduplah tanah ku, hiduplah negeri ku, bangsaku, rakyatku, semuanya.

Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia raya.

Indonesia raya, merdeka merdeka tanah ku negeriku yang ku cinta.

Indonesia raya merdeka merdeka, hiduplah Indonesia raya..

“TEGAAAK GRAAK!”

Untuk bangsa ku:

Tak layak ku bertanya, tentang apa yang telah kau berikan kepadaku. Harusnya aku bertanya apa saja yang telah ku berikan padamu. Merdeka!! Dari kebodohanku dan bangsaku sendiri.

3 comments

Anonim 21 Januari 2011 pukul 17.54

Wah....
Pertamaxxx...

lily andila 22 Januari 2011 pukul 08.54

komentar aahhh...
agaknya tegak grak deh..........
bukan tegap grak....
(seinget lily di pramuka SMA)

Unknown 24 Januari 2011 pukul 10.44

@hatilangit: hehe... tengkyu yo muh..
@lily. hehe..salah berarti.maklum kk dulu gak ikutan. makasih ya ly..

Posting Komentar