Pendakian Ciremai (Bagian1)

H-1 Hari Kemerdekaan RI, 16-08-2009 : 7.00 pm

Catatan kali ini tentang episode keringat yang berbeda, tentang perjalananan kaki dan hati seorang bodoh yang mencari jati diri. Bukan dari organisasi atau kuliah yang kadang terasa tak manusiawi.

Episode seorang bodoh yang dianggap konyol di antara komunitas konyol telah berlalu. Menyisakan harapan dari perjuangan yang belum terbalas. Saatnya kini netralisasi dari generalisasi tradisi pencipta generasi kerdil.

Entahlah. Aku memang bukan seorang benar, tak pula yang paling benar. Hanya berusaha memperjuangkan sesuatu yang ku anggap benar. Itulah nyawa hidup ku. Sedangkan nyawa ku yang lain, terbagi di antara bentangan alam yang selalu ku anggap lebih jujur dan mencintai ku.


Udah ah bahasa-bahasa langitnya. Inspirasi ngetik gue di bis ini antara ada dan tiada karena sebelah gue si Kibo malah curhat nggak penting soal HP barunya.

“Kemana file-nya ya?? Oo..kesimpen di other file.. (bla bla bla)”. Si Kibo nggak henti-hentinya ngoceh sendiri, nggak jelas blas. Aah.. Emang kampret si Kibo. Si Kobul juga lebih kampret! Dia ngambil keuntungan dari ke-goblok-an gue & kibo. Ketawa-ketawa tengil jumawa melihat tingkah dua orang setengah gila.

Obrolan nggak penting pun berlanjut lagi.

Kobul nanya gini, “Kenapa Reng koq namanya jalan tol?”. Pertanyaan aneh dilayangkan seorang Kobul di tengah pengap-nya Bus Luragung tanpa AC.

Gue jawab,”Ehmm… Mungkin karena yang ngresmiin cowok, coba kalo cewek, pasti namanya bukan jalan tol”. Dasar frekuensi otak kita sama, kita ketawa sedeng agak-agak mesum. Hahahaa

Kobul coba jelasin jawaban versinya, ala hidung bengkok. “Sebenarnya itu dari kata TALL, di-eja tol, artinya tinggi atau (mungkin) panjang.”

Gue pun nanya berlaga bego, “Oo.. Jadi yang ada ‘tol-tol’- nya itu pada dasarnya panjang ya Bul? Punya kita dong Bul??” Haha.. Dasar Kobul! Kebanyakan gaul sama dia jadi kacau gini (*ngeles. Hehehe)


Ada lagi cerita dari kelakuan aneh yang lain. Tiba-tiba naik ke atas bis, seorang pedagang asongan yang jual alat kerok+pijit. Dijajain lah ke semua penumpang, termasuk ke rombongan pendaki gila tadi. Alatnya cukup unik. Sepanjang jengkal tangan. Cukup ergonomis untuk digenggam tangan. Kedua ujungnya berbeda, satu sisi berbentuk seperti pentolan korek tapi agak besar, sisi lain berbentuk bulat pipih.

Pendapat Kobul&Kibo (sebenernya gue juga sih. Hehe), sepertinya ini alat bisa berfungsi lain. Apa lagi kalau diiketin ke HP pakai karet. “Geli-geliii gimanaa gitu..” Cletuk Kobul agak keras disertai ketawa 2 orang gila lainnya.

Dan tiba-tiba ada Mbak-mbak di sebelah kursi kami menoleh rada-rada aneh. Sepertinya menyimak obrolan gila tadi. Gue, Kibo sama kobul cuman ngikik, kik kik kiiik kik kiikkk..

Hanya sekedar buat ngelupain panas yang makin mengganas di bis Luragung Bogor-Cirebon.

To be continued.


Hari Kemerdekaan RI, 17-08-2009 : 11.00 am

Catatan lanjutan kali ini akan mengkambing hitamkan Ivan alias Pantat. Jajaka Kuningan yang nggak kuning-kuning amat tapi cenderung hitam. Pemuda yang bisa diberdayakan untuk menampung 3 pendaki gila selama transit di Kuningan.

Pada suatu hari (tepatnya tadi malam), rencananya mau nginep di rumah Pantat. Iya siih emang nginep di rumahnya, tapi gak tepat-tepat banget di dalem rumahnya. Jadi, begini critanya.

Bis luragung udah mau nyampe di daerah Pantat. (Apa ya namanya gue lupa-lupa mulu?? 'Panuwuhan' atau 'panawuhan' Pokoknya mirip-mirip gitulah). Gue, Kibo Kobul gantian nelpon si Pantat. Berkaaali-kaali. Kalau dilihat dari recent call-nya si Pantat sih katanya Sampai 33 missed call. Bertiga nggak ada yang tahu sebelah mana rumah si Pantat.

Intinya, seharusnya si Pantat njemput kami setelah turun dari bis. Tapi si Pantat tidur, lebih tepatnya Kebluk, lebih tepat lagi ngebo stadium 4 akut kronis. Kami pun nggak kehilangan akal. Dengan insting penciuman ala doggy mencari jejak bau Pantat dan dibantu oleh pemandu yang baik dan benar dari Bogor via teleconference (read: Bramas), kita pun nemu (menduga) rumahnya si Pantat.

Walaupun masih sekedar dugaan kalo itu adalah rumah si Pantat karena ada stiker IPB di pintu rumahnya, dengan penuh percaya diri memohon hanya kepada Illahi, kita langsung gelar matras tepat di depan pintu rumahnya. Walaupun kami agak kurang waras, tapi setidaknya kami ada rasa nggak enak buat ngedor pintu karena takut ganggu (sebenernya lebih takut kalau salah rumah sih.hehe). Walaupun akhirnya kita harus tidur di luar rumah ditemani kodok ngorok dan jangkrik krik krik kriikk.

Yaahh.. Walaupun tingkah Si Pantat sekeji itu karena telah membiarkan 3 anak manusia tidur di luar rumah, ada hal yang membuat semuanya terbayar lunas tuntas. Yaitu, masakan ibunya yang ueeenaaaak buanget, dahsyat! Ayam serundeng, sop daging, tahu tempe goreng, kentang kering dan tentunya krupuk. Ajiiib…

Lepas dari semua itu, sepertinya persahabatan itu nggak cuman sebatas tidur di luar rumah, nggak sebatas makan enak, nggak sebatas sama-sama kriting. Tapi persahabatan yang nggak mentingin ego pas tidur cuman beralas tanah beratap langit. Persahabatan itu saat enak nggak enak dirasain bareng-bareng. Persahabatan itu, saat jalan yang dilalui berkelok kriting tapi saling ngebimbing.

Sekian dulu. Udah mau nanjak sekarang. Maklum ngetik lewat HP.hehe

Oia lupa, ada tips dari Kobul pas tadi belanja logistik trus dilayanin Mbak-mbak imut yang lucu.

Kobul Tanya, “Jual stabilo gak Mbak?”.

Dijawab, “Ada Mas.”

Kata Kobul, ”Mau satu dong Mbak, buat ngasih tanda kalau Mbak jadi hal yang penting dalam hidup saya.”

Huahahaa.. High class nggombal!

to be continued...


Leave a respond

Posting Komentar