Tak pernah ada yang sia-sia dari sebuah perjalanan asalkan menjalaninya dengan mata terbuka, memandang yang kita alami dengan bijaksana.

We climb…

We climb….

And we climb….

And at the top,

we’ll fly…


Jam 11 siang itu di pos Pangasinan, pos terakhir sekitar 270 mdpl sebelum puncak Ciremai, badai memupus langkahku mencapai puncak. Sangat dingin dan angin menghempas kuat. Sesaat dibarengi embun tebal dan rintik hujan. Kaki dengan balutan sepatu pun kaku kedinginan. Hingga terbentuk pula es di ujung botol. Sungguh siang hari terdingin yang pernah aku alami dalam hidup ini. Walaupun suatu saat nanti pasti aku akan mengalami siang yang lebih dingin, jika Allah berkehendak entah di Puncak Jaya Wijaya atau bahkan puncak everest. Semoga.


Malam harinya badai juga telah menumbangkan beberapa pohon di sekitar jalur pendakian. Bahkan tiga pohon besar yang tumbang tepat pada jalur pendakian memaksa aku dan 2 temanku menghentikan pendakian malam itu dan pada pagi harinya membuat jalur pendakian baru yang cukup panjang dan sulit. Malam itu aku mendirikan tenda beberapa meter sebelum tempat tumbangnya pohon besar itu. Keputusan diambil karena untuk mendapat lokasi pendirian tenda sebelum lokasi pohon tumbang cukup jauh dan setelah lokasi pohon tumbang cukup sulit. Sungguh kebesaran Allah. Allah-lah semata-mata pelindungku.Terjangan angin hanya pelan mengenai tendaku dan sangat kencang terdengar mengenai pepohonan disekitar tenda yang setiap saat sangat mungkin bisa tumbang.


Malam itu aku sangat berharap dapat melihat keindahan bulan dan bintang di langit yang sempurna tanpa cacat. "Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikan dan menghiasinya, dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikit pun." (Qaaf: 6). Mungkin waktuku kurang tepat untuk memandangnya, namun aku yakin sesegera mungkin Allah akan memperlihatkan keindahan itu…. "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan gugusan bintang-bintang (di langit) dan kami telah menghiasi itu bagi orang-orang yang memandangnya." (Al Hijr: 16).


Walaupun secara visual kurang kutemukan keindahan pemandangan dari atas gunung Ciremai namun hati nuraniku semakin tertunduk atas kekuasaan Allah Azza wa Jalla. Aku merasa sangat kecil hingga tak mampu kubandingkan dengan kebesaran Allah. Dan kegagalanku mencapai puncak gunung Ciremai pada pendakian kali ini bukan karena aku tak mampu menaklukkannya. Bukan pula karena gunung ciremai terlalu tangguh untuk ditaklukkan. Terlalu sombong buat manusia mengatakan, “Aku telah menaklukkan puncaknya…!”. Tapi Allah-lah yang berkuasa atas hal itu.


Tidak sulit bagi-Mu ya Allah menumbangkan sejuta pohon dengan sekali hembusan angin. Aku tahu sangat mudah bagi-Mu menumbuhkan sebatang pohon dengan kasih sayang-Mu. "Dan yang menurunkan air untukmu dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah.." (Al Naml: 60). Maka kuatkanlah pundakku untuk mengemban amanah-Mu menjaga alam ini. Karena hutan dan gunung adalah ayah dan ibuku dari merekalah aku tumbuh dan berkembang. Sampai kapanpun akan aku jaga alam ini karena tanah dan air adalah nafas hidupku…


Aku semakin yakin bahwa tak pernah ada yang sia-sia dari sebuah perjalanan asalkan menjalaninya dengan mata terbuka, memandang yang kita alami dengan bijaksana.


Gunung Ciremai (part 1), 10 Februari 2008. 22:30


Leave a respond

Posting Komentar