Saat puncak Mahameru tak terbawa mimpi, Kau tawarkan puncak kebahagiaan dalam sujud sembahku…

Bogor, 22 Mei 2008

“Mahameru…puncakmu tak setinggi lututku!!”

124.668 menit sisa waktu untukku mencapai puncak mahameru. Ya, sejak hari-jam-menit aku menulis ini hingga tanggal 17 Agustus 2008. Obsesi terdekat pendakian gunung. Semoga Allah masih memberi kesempatan. Amin.

Terlalu banyak untuk menceritakan hikmah pendakian gunung. Yang jelas bukan hanya perjalanan kaki tapi juga perjalanan hati. Mengajarkan tetep kuat bertahan menghadapi cobaan. Mengajarkan mulut dan hati untuk tidak sering mengeluh. Mengajarkan betapa manusia begitu kecil di antara makhluk Allah yang lain di muka bumi. Mengajarkan bahwa kesuksesan harus diraih dengan kerja keras. Mengajarkan banyak hal hingga tinta ini tak cukup menuliskannya.

Bapak Pandu Dunia, Lord Boden Powel, pernah mengatakan, “Dunia ini tidak akan pernah kekurangan pemimpin kalau para pemudanya masih mencintai alam.” Entah apa korelasinya namun aku selalu merasakan kalau aku punya tanggung jawab mengemban pengurusan alam ini.

Semoga pendakian gunung tidak hanya bagi ‘Penilik Alam’ namun para ‘Pecinta Alam’ yang konsekuen atas sebutannya hingga rela berkorban jiwa dan raga berusaha alam tetap ada. Benar-benar ‘Pecinta Alam’.

Alam ini bukan warisan nenek moyang kita namun sekedar titipan untuk anak cucu kita…

Salam lestari!!!



Mahameru, 17 Agustus 2008


Temanggung, Agustus 2008.

Sekarang aku menjadi semakin yakin atas realita sebuah harapan dan cita-cita asal ada usaha mewujudkannya. Karena Allah akan membuatnya begitu sempurna secara luar biasa! Mewujudkannya!!

Tak ada kenangan yang lebih indah selain bersujud pasrah, haru dan syukur dalam dingin terpaan angin gunung itu, di puncak Mahameru. Saat jari-jari seperti tak lagi ditempatnya karena -5° Celcius suhu puncak menghujamkan jarum-jarum es ke seluruh tubuhku. Pagi itu sekitar jam 5 pagi puncak Mahameru tak setinggi lututku. Aku berada di atas daratan tertinggi Pulau Jawa.

Kulipat lengan jaket dan kuhapus dengan debu di muka dan tanganku. Sepertinya kakiku tak berasa, seperti mati rasa. Keberdiri membelakangi arah matahari terbit dan kuangkat tangan seraya berseru ‘Allahu Akbar’. Subuh itu hatiku bergetar khusuk atas nama Allah. Seakan hanya aku dan tasbih alam yang ada saat kuhadapkan sembah sujud pada Allah Tuhan Semesta Alam. Hingga pada sujud akhirku, air mata kebahagiaan tak kuasa keluar di antara muka penuh debu dalam balutan syukurku.

Terimakasih Ya Allah, kuasa-Mu lebih agung dari keindahan ciptaan-Mu, jauh lebih agung. Engkau seperti memudahkan daya tarik energi positiv dalam kepalaku sehingga mengikat begitu banyak komponen di alam hingga serta-merta mengikuti dan merangkulku menuju puncak harapan, puncak Mahameru. Subhanallah…


Sungguh Engkau membuatnya begitu sempurna.

Saat kaki ini tak mampu melangkah, Kau papah aku berjalan lebih jauh.

Saat tangan ini tak kuasa merengkuh, Kau tarik aku sehasta lebih tinggi.

Saat mata ini tak kuat memejam, Kau kuatkan aku tetap menatap.

Saat bahu ini berat menahan beban, Kau lebihkan tenaga untuk bertahan.

Saat hati ini banyak mengeluh, Kau sajikan senyum harapan.

Dan saat puncak Mahameru tak terbawa mimpi, Kau tawarkan puncak kebahagiaan dalam sujud sembahku…


Bersama sahabat mencari damai, mengasah pribadi mengukir cinta (mahameru - dewa 19)



Leave a respond

Posting Komentar