Hutan mempunyai sense kehidupan.

Ingin berkisah tentang percakapan semai, pancang, tiang dan pohon di suatu rimba belantara. Percakapan tentang sudut pandang kehidupan pada siklus hidup mereka masing-masing.

'Hei pancang, menurut kau apa arti hidup?', Semai mulai membuka perbincangan.

'Hidup? Ya menurutku hidup itu gimana kita bisa menikmati saat-saat yang ada. Lihatlah aku! Walaupun tiang dan pohon menghalangi sinar matahari untukku, aku tetap bahagia. Entah aku mau mati,ataulah kerdil atau bahkan suatu saat menggantikan mereka!' Jawab pancang sekenanya.

'Kalau menurutmu gimana tiang?'. Tanya lagi si semai dengan nada masih bingung.

'Hidup itu ya gimana kau bisa bertahan. Lihatlah aku! Lihat kerja kerasku mencari sinar! Agar aku bisa berkembang, tumbuh, tumbuh dan terus tumbuh. Pada akhirnya aku akan menjadi pohon. Walaupun sinarku sering tertahan si pohon.'

Semai masih bingung memahami arti hidup baginya, pohon pun dia tanya, 'Hei pohon! Kau pasti bisa memberi kepuasan dan jawaban atas kebingunanku. Kau sudah lebih lama hidup di sini..'

'Aku? Aku memang sudah lebih lama hidup di sini, pernah menjadi seperti kalian. Jawaban kalian tidak ada yang ku salahkan. Yg harus kalian pahami, tidak selamanya kita akan hidup kawan. Ada saatnya nanti kita pasti akan mati. Ya! Mati. Tapi taukah kalian mati seperti apa yang ku inginkan?'

Semua diam sejenak.

'Aku ingin mati setelah mempunyai arti, memberi manfaat untuk sesuatu di sekitarku.'

'Jadi..??' bingung semai.

'Ya, hidup adalah berarti untuk yang lain!'. Jawab pohon tegas.

Sesaat semuanya terdiam, mencoba menggali lebih dalam arti hidup bagi mereka.

Namun tiba-tiba dari kejauhan terdengar samar suara chainsaw mengaung. Raut muka mereka seketika mengerut. Suara itu seperti memudarkan arti hidup bagi mereka. Perbincangan mereka pun berhenti sampai di situ.

Tragis.

Didedikasikan untuk pejuang rimba yang masih menyadari bahwa hutan mempunyai sense kehidupan.

Solok Selatan, Sumatera Barat 2009

Leave a respond

Posting Komentar