Pesan kecil dari seorang kecil yang berusaha menasehati tanpa merasa lebih mulia.

Walaupun malam ini purnama tapi bulan terlihat murung, bosankah ia atas semua realita? Oh tidak! Tak layak ia seperti itu. Bulan terikat pada suatu hukum alam, tanggung jawab. Mungkin bulan hanya butuh perhatian.

Seperti matahari yang selalu memiliki tempat tersendiri di hati manusia yang terjaga. Andaikan bulan hanya muncul satu kali dalam 1000 tahun tak mungkin ia bosan bahkan manusia pasti akan terpukau dan memujanya. Tetapi rutinitas membuatnya biasa, bahkan baginya begitu tidak biasa dan bukan pula luar biasa. Andai aku bulan aku pasti bosan. Karena hanya ditemani binatang malam dan awan yang kadang kelam.

Ya, aku bosan!


Namun tak selamanya pula matahari bangga atas dirinya. Terkadang Allah menghilangkan sekejap matahari. Kemudian Dia turunkan petir dan guntur. Manusia lelah dan puas menangis mencari dimana matahari. Rupanya Allah ingin menghadiahkan manusia sebuah pelangi. Seperti pelangikah kita? yang selalu tersenyum saat lelah dan tangis telah tercipta. Ketika itu semua dijamin atas bermaknanya usia dan kehidupan.

Manusia mempunyai ruang berbeda-beda di hati dan kepalanya. Seharusnya sebanyak apapun garam yang manusia campurkan ke dalam telaga tak membuat telaga itu berasa asin bahkan merubahnya menjadi samudra. Garam itu akan terlarutkan oleh energi positif air bermuatan syukur dan cinta.

Hati tak seperti mata yang bisa buta atau melihat, tapi hati dapat merasa. Tak seperti telinga yang bisa tuli atau mendengar, tapi hati dapat bergetar. Merasa dan bergetar atas reaksi-reaksi alam yang kadang tidak terjangkau oleh ragawi. Namun ingatlah bahwa hati selalu berkuasa atasnya.

Teruntuk orang-orang yang selalu menghargai makna kehidupan. Pesan kecil dari seorang kecil yang berusaha menasehati tanpa merasa lebih mulia.


(Sunset sesaat setelah hujan dan pelangi muncul mendahuluinya, Darmaga-Bogor 4 April 2010)

Leave a respond

Posting Komentar